Arabika atau Robusta, tak masalah
Selagi di pagi senyap masih bisa mereguk damai, meloncat ke sana kemari, duduk diam, lalu tegak menadah udara
Uap tumpah ruah menjejali lubang hidung, kala mesra mengendus alkaloid candu Dicecap jumawa di hadapan halimun yang tak kunjung reda, aku berkata-kata:
"Manusia lebih pahit! Manusia lebih pahit! Tak perlu diperhitungkan, engkau tak butuh merasa buat tahu pahitnya."
Ketidaksadaran- dipaksakan hawa daba seperempat kurang oksigen melepas sensasi hangat-padahal-bila dibiarkan ia menyengat kulit, maka cukup untuk menggantikan dua telapak tangan yang berjabat (sendiri), dua telapak tangan yang membeku kesepian, lama ia tak mengayun bersama kekasih hujan. Aku kembali mengoceh:"Manusia
lebih dingin! Manusia lebih beku! Lama aku kesepian sebab luka, sebab dia,
bukan engkau (kopi)."
Terang benderang,
kursi lapuk, gelas berdebu, dan ampas kopi kering telah lama ditinggalkan
tuannya. Selepas ia menyadari bahwa pahit mesti cepat-cepat ditinggalkan,
kembali berlaku manis mengutuk kopi, dan menyalahkan kafein atas waktunya yang
terbuang. Sewaktu-waktu bila ia kesepian dan terluka lagi, maka kopi pahitnya
yang dia cari.
K Kopi: Wujud estetika relatif disukai sebab pahit dan
hitamnya, kontradiksi dengan entitas manusia yang mabuk gula dan diskriminasi
ras.
M Manusia: Terlemah dari sekian penciptaan, mudah
dipengaruhi, keras segala jenis, tidak mau berbeda, perasa, bertindak melawan
kata hati, dan kamu.
U Udara: Diakui sebagai syarat kehidupan, tak lebih 1 /4
kurang dari satuan 2 yang dihirup, sumber pembawa racun, dan penyumbang waktu.
2019
Posting Komentar
Posting Komentar